Paradigma
keagamaan Ahl as-Sunnah wa al-Jamaah yang dianut oleh NU ini dirumuskan para
ulama ke dalam fikrah nahdliyyah (landasan berpikir) berikut: moderat
(mutawassith), adil (i’tidal), seimbang (tawazun), musyawarah (tasyawur), dan
toleransi (tasamuh) dan sebagainya. Istilah-istilah ini begitu Qurani dan
berangkat dari nilai-nilai kehidupan Islam yang begitu mulia serta sangat
relevan dikembangkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan beragama
sepanjang sejarah. Sebab, di dalamnya mengandung genuine Islam yang rahmatan
lil ’alamin (berlaku universal).
Mutawassith
(tawassuth) atau garis tengah adalah cara membawakan atau menampilkan agama
yang kontekstual, sedangkan i’tidal adalah menyangkut kebenaran kognitifnya.
Jadi tawassuth dan i’tidal merupakan pengertian terhadap Islam yang tepat dan
benar, kemudian dibawakan atau ditampilkan di tengah-tengah masyarakat dengan
metodologi yang tepat pula. Dengan kata lain tawassuth dan i’tidal sebagai
suatu sikap yang mengambil posisi di tengah, tetapi jalannya lurus.
Dalam implementasinya
di tengah-tengah masyarakat NU menggunakan tiga pendekatan: Pertama, Fikih
Ahkam, dalam rangka menentukan hukum fikih dan ini berlaku bagi umat yang sudah
siap melakukan hukum positif Islam (umat ijabah). Jadi, ini untuk mereka yang
sudah mapan keislamannya. Kedua fikih dakwah, dalam rangka mengembangkan agama
di kalangan masyarakat luas yang masih awam terhadap Islam. Pengembangannya
lewat bimbingan dan pembinaan (guidance and counceling) secara terus menerus.
Pendekatan dakwah ini, untuk memperbaiki orang dari kejelekannya. Ketiga, fikih
siyasah, bagaimana membawakan hubungan agama dengan politik, dan kekuasaan
negara serta hubungan internasional. Pendekatan politik ini, adalah cara
menerapkan Islam sebaik-baiknya dalam konteks kenegaraan dan kebangsaan
sehingga tidak menimbulkan kontradiksi yang tidak diperlukan.
Menegakkan
ta’adul dalam Islam adalah suatu kewajiban dalam seluruh tingkat dan aspek
kehidupannya. Prinsip ini mengandung makna ketidakberpihakan yang berat sebelah
atau melakukan perbedaan yang inkontitusional menurut hukum yang berlaku.
Keadilan juga merupakan keselarasan sikap antara pandangan dan kenyataan.
Tawazun atau
keseimbangan menyiratkan sikap dan gerakan moderasi. Sikap tengah ini mempunyai
komitmen kepada masalah keadilan, kemanusiaan dan persamaan dan bukan berarti
tidak mempunyai pendapat. Artinya sikap NU tegas, tetapi tidak keras – sebab
senantiasa berpihak kepada keadilan, hanya saja berpihaknya diatur agar tidak
merugikan yang lain. Tawazun merupakan suatu bentuk pandangan yang melakukan
sesuatu secukupnya, tidak berlebihan dan juga tidak kurang, tidak ekstrim dan
tidak liberal.
Musyawarah
(tasyawur) dan toleransi (tasamuh) adalah bagian dari nilai etika sosial
Islami. Umat Islam harus menampilkan wajah damai dan mewadahi upaya pencarian
solusi terhadap seluruh persoalan yang dihadapi masyarakat, negara dan agama.
Ini adalah gerakan moral yang menjunjung tinggi martabat kemanusiaan yang
majemuk.
Musyawarah
dalam Islam tidak hanya dinilai sebagai prosedur pengambilan keputusan yang
direkomendasikan, tetapi juga merupakan tugas keagamaan (wa syawirhum fi al-amr: Ali Imran ayat 159). Dengan bermusyawarah
akan tercipta kehidupan demokratis, terbuka dan menganggap orang lain dapat
memberikan alternatif dalam memutuskan persoalan yang dihadapi sehingga
terjalin kehidupan yang dinamis.
Dengan tasamuh
umat Islam diharapkan dapat berpikir dan bersikap tidak melakukan diskriminasi
atas dasar perbedaan suku bangsa, harta kekayaan, status sosial, dan
atribut-atribut keduniaan lainnya. Itulah sebabnya Islam mencabut akar-akar
fanatisme Jahiliyah yang saling berbangga diri dengan agama (keyakinan),
keturunan, dan ras.
Melalui
prinsip-prinsip tersebut, NU selalu mengambil posisi sikap akomodatif, toleran
dan menghindari sikap ekstrim dalam berhadapan dengan spektrum budaya apapun.
Sebab paradigma Aswaja di sini mencerminkan sikap NU yang selalu dikalkulasikan
atas dasar pertimbangan hukum yang bermuara pada aspek mashlahah dan mafsadah.
Inilah nilai-nilai yang melekat di tubuh NU yang menjadi penilaian dan
pencitraan Islam rahmatan lil ‘alamin di mata dunia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar